AntiBiotik membuat Bakteri kebal
Munculnya
bakteri super yang resisten terhadap berbagai antibioitik paling ampuh
sekalipun bukanlah hal baru dalam dunia kedokteran. Cepat atau lambat, bakteri
memang akan menjadi resisten terhadap antibiotik (multiresisten) yang ada saat
ini.
"Tidak ada
antibiotik yang sensitif (mampu bertahan lama) dalam membunuh bakteri. Para
ahli mikrobiologi menganggap, antibiotik bukan merupakan cara tepat untuk
menangani penyakit. Karena apabila peneliti menemukkan antibiotik untuk membunuh
bakteri, tahun-tahun berikutnya bakteri akan menjadi resisten terhadap
antibiotik yang ada," kata Prof. Sam Soemarto dari PAMKI (Perhimpunan Ahli
Mikrobiologi Klinik Indonesia), Kamis (12/08/10).
Menurut Prof.
Sam, pada dasarnya bakteri menjadi resisten karena banyak cara. "Pertama,
memisahkan dirinya secara genetik. Kemudian dia bisa tumbuh menjadi bakteri
baru yang kebal karena adanya proses mutasi dan transfer gen antibiotik ke
bakteri lain," jelas Prof. Sam.
Mutasi sendiri
ialah terjadinya modifikasi protein, yaitu penurunan afinitas ikatan protein
bakteri dengan antibiotik. Protein akan tahan terhadap kehilangan efisiensi
karena mutasi tersebut. Nantinya, mutasi genetis yang berbeda akan
menghasilkan tipe resistensi yang berbeda juga.
"Beberapa
mutasi mengakibatkan bakteri dapat menghasilkan zat kimia (enzim) yang cukup
untuk menonaktifkan antibiotika. Hal yang sama terjadi pada bakteri super yang
menghasilkan enzim NDM-1," kata Prof Sam.
Selain itu,
menurut Prof, Sam Soemarto, resistensi juga terjadi karena bakteri mentransfer
gen antibiotik ke bakteri lain. Bakteri bisa mendapatkan gen-gen resisten
terhadap antibiotika dari bakteri lain dengan beberapa cara. Dengan melakukan
proses perkawinan sederhana yang disebut “konjugasi,” bakteri dapat mentransfer
materi genetik, termasuk kode-kode genetik yang resisten terhadap antibiotika
(ditemukan dalam plasmids and transposons) dari satu bakteri ke bakteri yang
lainnya.
Bakteri yang
mendapatkan gen-gen resisten, baik melalui mutasi spontan atau melalui
pertukaran genetis dengan bakteri lainnya, memiliki kemampuan untuk melawan
satu atau lebih jenis antibiotika. Karena bakteri dapat mengumpulkan beberapa
sifat resistensi seiring dengan berjalannya waktu, mereka dapat menjadi
resisten terhadap beberapa jenis antibiotika yang berbeda.
Penggunaan tidak tepat "Resisten
dari bakteri itu sendiri bisa dipercepat oleh pola pemakaian antibiotik(resep)
yang dipakai dakter tidak tepat," kata Prof Sam.
Menurut Prof.
Sam, kebanyakan resep untuk penyakit tertentu seharusnya tidak perlu
menggunakan antibiotik. Misalkan resep untuk flu, yang diketahui jelas bahawa
penyakit flu berasal dari virus, sehingga tidak terpengaruh oleh pemberian
antibiotik.
Selain itu Prof.
Sam menjelaskan bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika juga
disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang dapat
dibeli tanpa resep dokter. "Pasien suka minum antibiotik tertentu padahal
belum tentu obat itu mengobati penyakitnya, " kata Prof. Sam.
Padahal,
penggunaan antibiotik yang sembarangan dapat menghasilkan jenis bakteri baru
yang dapat bertahan terhadap pengobatan yang diberikan atau yang disebut dengan
resistensi bakteri. Jenis bakteri baru ini memerlukan dosis yang lebih tinggi
atau antibiotika yang lebih kuat untuk dapat dimusnahkan.
Di sisi lain,
lanjut Prof. Sam, kebiasaan pasien tidak menghabiskan antibiotik yang diberikan
dokter juga berpengaruh untuk meningkatkan resistensi dari bakteri tersebut.
Sumber : KOMPAS.com